Peranan Guru PAK
Dalam Menumbuhkan Sikap Altruis Kepada Anak Usia 2-5 Tahun
Pendahuluan
Seorang
guru memiliki peran yang begitu penting di tengah masyarakat[1]
dan lembaga pendidikan. Dan siapa saja yang berkeberadaan sebagai manusia
adalah guru bagi orang lain maupun diri sendiri. Dalam karya tulis ini secara
khusus penulis membahas tentang peran guru dalam menumbuhkan sikap altruis.
Namun penulis lebih fokus terhadap guru Pendidikan Agama Kristen yang mendidik
anak usia 2-5 tahun.
Adapun
kerangka yang penulis bentuk adalah: hakekat guru, syarat menjadi guru, hakekat
menumbuhkan sikap altruis, dan peranan guru PAK berkaitan dengan pengembangan
sikap altruis.
A. Hakekat Guru PAK
a.
Pengertian
guru PAK
Guru
secara global dikenal sebagai orang yang menyandang suatu pekerjaan atau
profesi sebagai pengajar. Jadi hakekat guru Pak dapat dimengerti dari devinisi
atau pengertian tentang guru. Seorang guru memegang peranan dalam moral, etika
dan sosial. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi
penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektulitas saja
melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam masyarakat.[2] Tidak asing lagi jikalau seorang guru adalah
salah satu panutan dan cerminan hidup untuk yang digurui. Ada guru pasti ada
murid. Juga apapun yang dilakukan gurunya tidak menutup kemungkinan akan
dilakukan oleh muridnya, meskipun tidak seratus persen.
Memahami
pengertian guru PAK (Pendidikan Agama Kristen), harus memilah antara kata guru
dan PAK. Penulis akan lebih menjelaskan kembali apa itu guru yang dalam bahasa
Ingrisnya teacher yang memiliki arti: pengajar, mentor, edukator dan orang yang
mengajari orang lain. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan
dasar dan pendidikan menengah.
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman (1996: 15) guru adalah setiap
orang yang bertugas dan berwewenang dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada
lembaga pendidikan formal.[3]
Untuk melaksanakan tugasnya prinsip-prinsip tentang tingkah laku yang
diinginkan dan diharapkan dari semua situasi pendidikan adalah berjiwa
Pancasila. Berilmu pengetahuan dan keterampilan dalam menyampaikan serta dapat
dipertanggungjawabkan secara didaktis dan metodis. Sebagai profesi, guru
memenuhi ciri atau karakteristik yang melekat pada guru, yaitu:
1.
Memiliki
fungsi dan signifikan si sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi
masyarakat.
2.
Menurut ketrampilan tertentu yang diperoleh
melalui proses pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
3.
Memiliki
kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a sytenatic body of
knowledge).
4.
Memiliki
kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta saksi
yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran kode etik tersebut.
5.
Sebagai
konsekwensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka
anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan
finansial atau material.
Sedangkan
untuk memahami pengertian PAK dalam bagian ini penulis memaparkan menurut
beberapa tokoh:
1.
Augustinus
(345-430)
PAK
adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya “melihat Allah” dan
“hidup bahagia”.[4]
Jadi pendidikan di sini difokuskan pada Perbuatan Allah melalui Alkitab (dari
Kejadian-Wahyu).
2.
Martin
Luther (1483-1548)
PAK
adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib
agar semakin menyadari akan dosanya serta bersukacita dalam Yesus Kristus yang
memerdekakan.[5]
3.
Campbell
Wyckoff (1957)
PAK
adalah pendidikan yang menyadarkan setiap orang akan Allah dan kasih-Nya dalam
Yesus Kristus, agar mengetahui akan diri sendiri yang sebenarnya, keadaanya,
bertumbuh sebagai anak Allah dalam persekutuan kristen, memenuhi panggilan
bersama sebagai murid yesus di dunia dan tetap percaya pada pnegharapan
Kristen.[6]
Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian guru PAK adalah pendidik,
pengajar, pembimbing, penuntun, mengarahkan dan pengajak dalam belajar bersama
mengenai pendidikan Kristen yang bernuansa Alkitab (Kejadian-Wahyu), kasih,
Allah dan penebusan melalui Kristus Yesus. Yang memiliki tujuan menumbuhkan
(mendewasakan) karakter, sifat, etika dan moral, kehidupan yang serupa Kristus,
mau melayani sesama, dan menghormati Allah. Paulus mengidentikan pendidikan
sebagai proses pendewasan atau peneguhan iman. (Kol. 2:6-7 ITB) “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu
tetap di dalam Dia.Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas
Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu,
dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”
b.
Tanggung
Jawab
Hakekat yang
sesungguhnya bahwa guru PAK memiliki dua aspek sebagai pendidik yaitu sebagai
pemberi pengajaran melalui materi dan melalui pengalaman dalam keagamaan.[7]
Dalam memberi pengajaran melalui materi, guru memiliki rencana untuk
membangunkan kepercayaan kristen dalam diri peserta didik dengan jalan
menyampaikan pengetahuan. Sedangkan dalam pengalaman keagamaan, segala perhatian
dipusatkan kepada perkembangan pribadi murid-muridnya. Hal ini memilki tujuan
bahwa peserta didik hidup secara harmonis dan melayani masyarakat selaku
pribadi yang jujur dan luhur. Namun perlu diingat bahwa seorang guru harus
memilki kerja sama dan kesatuan dalam mendidik untk mencapai kemaksimalan yang
diharapkan. Kerja sama itu seperti yang sudah penulis katakan di atas bahwa
pendidik perlu kerja sama dengan sekolah, orang tua, gereja dan lingkup luasnya
adalah masyarakat.
B. Syarat Menjadi Guru PAK
Jikalau dikatakan
bahwa seorang guru adalah pendidik, pengajak untuk belajar, pembimbing,
penuntun dan lainya, maka tentulah guru harus sesuai dengan sebutanya yang
sebagai profesional. Maka dari itu berhubungan dengan syarat untuk menjadi guru
PAK penulis mengemukakan beberapa syarat di bawa ini:
1.
Lahir
baru. Hal ini tidak dapat ditawar oleh seorang pendidik agama Kristen, sebab
untuk mengenal Kristus harus lahir baru terlebih dahulu. Dan perlu menyadari
bahwa lahir baru di sini hanya dikerjakan oleh Roh Kudus, karena manusia tidak
dapat membenarkan dirinya sendiri.
2.
Memiliki
dasar iman Kristen yang cukup kuat dan memiliki pengetahuan yang luas tentang
Alkitab yang di dalamnya terdapat lingkup hubungan yang erat dengan Tuhan.
Jikalau guru PAK tidak memiliki kedua hal ini bagaiman akan mengajarkan tentang
kebenaran Firman Tuhan yang intinya adalah ungkapan Allah.
3.
Memiliki
motivasi yang benar. Benar jika mengatakan bahwa manusia tidak dapat mengetahui
motivasi yang sesungguhnya, adi motivasi ini urusanya bersama Allah. Dan
motivasi inilah yang akan menentukan kesungguhan hati pendidik.
4.
Menyadari
bahwa menjadi guru adalah panggilan untuk menerima tanggung jawab sebagai
pembentuk, pengajak, pendidik, pengarah dalam hal pendidikan. Dan guru adalah
karunia yang diberikan oleh Tuhan yang memiliki derajat sama dengan Nabi dan
Rasul (Ef. 4:11-12 dan Roma 12:7).
5.
Memiliki
dan memelihara komitmen hidup yang jelas terhadap Kristus yakni “hidup bagi
Yesus” (Flp. 1:21-22; 3:10; 4:13).
6.
Mau
mengembangkan ketrampilan dalam mengajar sebagai wujud tanggung jawab dalam
memanusiakan manusia.
Jadi intinya adalah tanggung jawab. Guru
bukan hanya sebagai pemberi informasi namun seorang guru juga harus memiliki
satu perasaan tanggung jawab di dalam siten dan tugas pendidikan. Guru yang
kehadiranya tidak tetap dan tidak rajin, dan merasa sudah melayani Tuhan adalah
guru yang sangat tidak memiliki tanggung jawab.[8]
C. Hakekat Menumbuhkan Sikap Altruis Anak Usia 2-5 Tahun
a.
Devinisi
dan Konsep Altruis
Altruisme berasal dari bahasa
Perancis yaitu “autrui” yang artinya "orang lain" turunan dari kata
latin Alter. Secara epistimologis, altruis berarti:
- Loving others as one self.
- Behaviour that promotes the survival chances of others at a cost to ones own.
- Self-sacrifice for the benefit of others.
Istilah Altruisme diciptakan oleh
Auguste Comte Penggagas filsafat positivisme. Altruisme merupakan kehendak
pengorbanan kepentingan pribadi. Tindakan ini seringkali disebut sebagai
peniadaan diri atau pengosongan diri. Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk
berkorban demi sebuah nilai yang lebih tinggi, entah bersifat manusiawi atau
ketuhanan.
Altruisme adalah perhatian
terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Sehingga
altruisme menjelaskan sebuah perhatian yang tidak mementingkan diri sendiri
untuk kebutuhan orang lain. Jadi, ada tiga komponen dalam altruisme, yaitu loving
others, helping them doing their time of need, dan making sure that
they are appreciated (Linley, 2006) . Perilaku ini merupakan
kebaikkan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa
agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Altruisme
adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.[9]
·
KBBI
memberi pengertian bahwa altruis adalah orang yang banyak mengutamakan
kepentingan orang lain (tidak mementingkan diri sendiri).
·
Dalam wikipedia: Altruis adalah perhatian terhadap
kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini
merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh
beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika.[10]
·
Menurut
Franz Magnis suseno, altruis adalah: sikap yang selalu mendahulukan orang lain
dan seakan lupa pada diri sendiri serta senang melayani.[11]
·
Menurut
Alkitab: Yoh12:13, mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong
Dia sambil berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama
Tuhan, Raja Israel!" dan Marks
10:45, Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang." Jadi inti dari kedua ayat ini adalah selalu memikirkan apa yang baik untuk
kepentingan orang lain.
Altruisme dapat dibedakan dengan
perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi
untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa
memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan
moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti
pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme, dan sebagainya).[12]
Ø
Indikator
Altruis:
1.
memperhatikan
orang lain ketika membutuhkan pertolongan
2.
Empati. Seseorang yang altruis
merasakan perasaan yang sama sesuai dengan situasi yang terjadi.
3.
Interpretasi. Seseorang yang altruis
dapat mengiterpretasikan dan sadar bahwa suatu situasi membutuhkan pertolongan.
4.
Social responsibility. Seseorang
yang altruis merasa bertanggung jawab terhadap situasi yang ada disekitarnya.
5.
Inisiatif. Seseorang yang altruis
memiliki inisiatif untuk melakukan tindakan menolong dengan cepat dan tepat.
6.
Rela berkorban. Ada hal yang rela
dikorbankan dari seseorang yang altruis untuk melakukan tindakan menolong.
Secara psikologis[13]
hal tersebut dapat disebut sebagai tindakan altruis, hanya saja dalam
psikologis kurang menekankan arti altruis namun lebih menekankan kebiasaan
setiap individu berdasarkan temperamen.
b.
Karakteristik
anak usia 2-5 Tahun
Pada
usia dini 0-6 tahun,[14]
otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima
dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah
masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan
mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai
masa-masa emas anak (golden
age). [15]
Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika
bernama Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun
pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi
tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi
untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.[16]
Jadi
menyangkut tentang karakteristik anak usia 2-5 tahun penulis memberikan
pengamatan sementara yang dimana anak usia tersebut memiliki karakter yang
cukup tinggi dalam keegoisan. Namun cukup mudah pula dalam hal menanamkan
pendidikan terhadap anak usia tersebut. Karena memiliki alasan seperti yang
sudah penulis paparkan di atas. Sebagai
bukti lanjut bagi penulis bahwa anak usia tersebut memiliki keegoisan yang
cukup tinggi adalah melaui pengamatan di lingkungan sekitar dan keponakan
penulis. Anak usia tersebut ketika di kumpulkan dengan anak-anak yang lain baik
usia yang sama maupun yang lebih tua dan lebih muda darinya, dan diberikan
beberapa mainan di hadapanya maka sejauh pengamatan penulis anak-anak itu akan
saling berebut dan saling mempertahankan apa yang ipegangnya tanpa mempedulikan
apa yang akan terjadi dan yang akan di lakukan oleh temanya.
c.
Menumbuhkan
sikap Altruis adalah Proses
Ketika penulis
mengamati sebuah tumbuhan, untuk menjadi sebuah pohon ternyata membutuhkan
proses, dan proses tersebut tidak begitu mudah bagi sebatang pohon untuk hidup.
Karena tumbuhan tersebut bergantung pada musim dan keadaan setempat. Dan
potensi untuk hidup menjadi pohon yang kuat sangat tidak bisa dijamin. Karena
tumbuhan tersebut membutuhkan proses dari benih-kecambah-tunas-memiliki
batang-membutuhkan sinar dan air yang cukup tanah yang sesuai dan sebagainya.
Begitu juga dalam pertumbuhan suatu pribadi yang fana untuk bertumbuh menjadi
manusia yang sesungguhnya[17].
Sebagai manusia yang tercipta sebagai makhluk yang mewarisi atribut Allah,
memiliki kepastian bahwa manusia itu bisa dididik, harus dididik, dan mendidik
diri sendiri. Jadi melihat dari hal demikian penulis setuju bahwa menumbuhkan
sikap altruis membutuhkan proses melaui sensasi (indera), respon jiwa,
imajinasi, penganalisaan rasio atau intelek yang cukup kuat, menemukan
fakta-fakta, praktikal dan mencontoh (meneladani).[18]
Idealnya dalam bagian ini adalah penulis mengambil usia 2-5 tahun oleh karena
proses pendidikan itu akan matang ketika ditumbuhkan sejak dini, karena sifat
altruis pasti ada di setiap individu.
D. Peranan Guru PAK Berkaitan Dengan Menumbuhkan Sikap
Altruis Anak Usia 2-5 Tahun.
a.
Kerjasama
antara sekolah, orang tua, gereja dan masyarakat.
Kembali menekankan
bahwa guru sangat berperan dalam pertumbuhan peserta didik baik secara
psikologis maupun rohani. Namun yang menjadi pokompikiran dalam bagian ini
adalah apakah guru PAK cukup berdiri sendiri dalam menumbuhkan sikap altruis
terhadap anak yang masih dini? Pasti tidak. Maka dari itu guru, orang tua,
gereja, dan masyarakat perlu kerjasama untuk mendidik si anak.
Sesuai pengalaman
pribadi pendidikan keluarga, masyarakat, gereja dan sekolah sangat berpengaruh
bagi perkembangan karakter.[19]
Ketika guru PAK mengajari akan pentingnya untuk menolong dan mementingkan
kepentingan orang lain adalah perbuatan yang patut dipuji, sedangkan melihat
masyarakat setempat dan orang tuanya yang acuh-tak acuh atau tidak peduli
dengan sesama ketika orang lain membutuhkan pertolongan, maka anak akan merasa
bingung dan akan melihat mana hal yang praktisnya untuk dilakukan. Hal ini
begitu banyak didapati di lingkungan sekitar, bahkan terkadang diri sendiri pun
berbuat demikian. Dalam hal pengembangan karakter anak maka hal tersebut tetap
sistem pendidikan dan pendidiknya yang disalahkan. Memang manusia untuk
berkembang dilihat bahwa manusia tersebut bisa dididik, harus dididik, dan
mendidik diri sendiri. Tetapi masa kanak-kanak, 85 persen tanggung jawab
pendidikan masih ditangan orang lain (guru, orang tua dan masyarakat).
b.
Mengajarkan
pentingnya mengasihi sesama
Dalam Yohanes
13:34-35 secara gamblang Yesus mengajarkan murid-Nya untuk saling mengasihi,
karena Yesus terlebih dahulu mengasihinya. Ini merupakan perintah baru yang
Yesus berikan. Pengertian saling mengasihi dalam bagian ini dapat dimengerti
bahwa kasih itu di berikan oleh semua manusia yang tidak memandang istilah
bulu, baik anak-anak, orang dewasa maupun orang tua, si kaya dan si miskin dan
sebagainya.
Mengajarkan
pentingnya untuk saling mengasihi, Yohanes 13:34-35 ini menjadi salah satu
dasar bagi guru PAK untuk mengembangkan sikap altruis. Guru PAK harus
menanamkan terlebih dahulu pentingnya mengasihi, dan memperkenalkan bahwa hal
ini adalah perintah dari Tuhan Yesus yang dimana Tuhan Yesus terlebih dahulu
mengasihi manusia.[20]
Dalam Mat. 22:37-38, Mark. 12:28-34, dan Luk. 10:25-28, juga menekankan kasih
yang sebagai hukum utama dan yang terutama. Maka dari itu kasih adalah hukumnya
wajib. Jadi apa kaitanya dengan menumbuhkan sikap altruis? Melihat dari
indikator yang sudah penulis paparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap
altruis adalah sebagian dari wujud kasih yang diterapkan terhadap semua manusia
tanpa memandang istilah bulu. Bagaimana akan menerapkan sikap altruis jikalau
anak tidak mengenal kasih?
Melihat bahwa karakter
anak usia 2-5 tahun memiliki egois yang cukup tinggi dan tidak disadarinya bahwa itu hal yang tidak
baik, maka sangat jelas bahwa kasih ini merupakan hukum yang utama untuk
diterapkan terlebih dahulu oleh guru PAK.
c.
Bimbingan
Bimbingan-melayani
kebutuhan anak dalam rangka meningkatkan kesempatanya dalam merealisasikan
potensi bagi tujuan individu dan masyarakat.[21]
Tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik sekaligus pengajar dan
pengajak belajar, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan.[22]
Berkaian dengan peran
guru PAK dalam menumbuhkan sikap altruis, bimbingan merupakan pelayanan dan
tanggungjawab seorang guru dalam pertumbuhan sikap anak dalam hal altruis.
Dengan kesadaran bahwa sosok anak adalah sosok yang memiliki potensi yang
terpendam dan harus dikembangkan tanpa melihat situasi. Seorang guru yang baik
adalah guru yang tidak dikuasai dan berada dibawah situasi.[23]
Guru perlu melihat bahwa pertumbuhan pribadi membutuhkan bimbingan dalam
membantu perkembangan anak. Tanpa bimbingan anak usia dini tidak dapat memiliki
pemahaman akan sikap altruis. meskipun anak memiliki sikap peduli naun anak
tidak mengenal nilai dari sikapnya tersebut. Jadi peran Guru dalam bimbingan
sangat penting bagi pertumbuhan anak mengenai altruis. Namun perlu ditekankan
bahwa bimbingan ini tidak cukup melalui guru PAK, namun keluarga, mayarakat dan
gereja pun perlu berperan dalam kerjasama menumbuhkan sikap anak untuk mengembangkanya.
d.
Menjadi
teladan
Manusia belajar
melalui mengikuti apa yang orang lain lakukan.[24]
Tidak sedikit manusi yang suka mengikuti orang yang dikaguinya. Dan itu
merupakan kekuaan manusia untuk mencontoh orang lain. Anak usia dini (2-5
tahun) jelas belum mengetahui eksistensi dirinya, dan seringkali anak-anak suka
mengikuti kebiasaan orang yang lebih tua darinya. Maka dari itu guru PAK yang
berperan dalam menumbuhkan sikap altruis dini perlu berhati-hati dalam
mengambil setiap tindakan ketika di hadapan anak-anak usia 2-5 tahun tersebut.
Karena anak-anak pasti secara di bawah sadar ketika mengikuti tingkah laku
gurunya.
Dalam hal ini yang
lebih pentig adalah aplikatifnya. Guru PAK bukan menyampaikan pegetahuan sikap
yang luhur itu saja namun juga memprktekan baik scara langsung maupun tidak
langsung. Tidak lucu jika guru PAK yang sebagai peran mengatakan terhadap
anak-anak untuk bersikap altruis sedangkan dirinya sendiri tidak mencerminkan
sikap tersebut.
Kesimpulan
Jadi
penulis menyimpulkan bahwa seorang guru PAK adalah pembina, pendidik,
pembimbing, pengajak belajar sesuai dengan pengajaran iman Kristen. Dengan
syarat untuk menjadi seorang guru PAK adalah yang utama lahir baru, terpanggil,
hidup dalam kebenaran, menjadi teladan, dan menguasai cerita Firman Tuhan.
Berkaitan dengan menumbuhkan sikap altruis terhadap anak usia 2-5 tahun, maka
penulis memberi pengertian terlebih dahulu tentang altruis yaitu: senang
mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Dengan anak usi yang
masih balita maka penulis memiliki alasan bahwa karakteristik anak usia 2-5
tahun adalah anak usia yang masih cemerlang dalam menanamkan pendidikan. Anak
usia tersebut memiliki keegoisan yang cukup tinggi sehingga penilis tertarik
untuk mengangkat permaslahan ini melalui peran guru PAK. Jadi intinya guru pak
sangat berperan dalam menumbuhkan sikap Altruis terkhususnya anak usia dini.
Karena guru PAK bagi penilis memiliki tuntutan yang cukup tinggi dalam
kerohanian. Dan guru PAK identik dengan pengajaran tentang mengasihi Allah dan
sesama.
DAFTAR PUSTAKA
Homrighausen,
E. G. dkk, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1996.
Kristianto, Paulus
Lilik, Prinsip dan Praktek Pendidikan
Agama Kristen, Penuntun Bagi Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayanan Gereja, Guru
Agama dan Keluarga Kristen, Yogyakarta: Andi, 2008.
Suseno, Franz Magnis,
Pustaka Filsafat 13 Tokoh Etika, Sejak
Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Suryabrata, Sumadi, Pikologi Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.
Tong, Stephen, Arsitek Jiwa II, Surabaya: Momentum, 2010.
Tong,
Stephen, Arsitek Jiwa I, Surabaya:
Momentum, 2009.
Wardati, dkk, Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Prestasi
Pustakaraya, 2011.
______http://zonainfosemua.blogspot.nl/2014/03/pengertian-guru-menurut-pakar-pendidikan.html
(diakses pada hari Jumat/12-09-2014 pukul 21.25 WIB.
______https://docs.google.com/document/d/1Cj_6C5R1ormUdz0FOS6s7h8uo8fQCIMIb80hRMmffIE/edit?hl=en_US (diakses pada tanggal 15-09-14, pukul 21.05).
______http://id.wikipedia.org/wiki/Altruisme
(diakses pada hari Senin 29-09-2014, pukul 21.02).
______http://www.pendidikankarakter.com/membangun-karakter-sejak-pendidikan-anak-usia-dini/(diakses
pada hari kamis 02-10-2014 pukul 20.49).
[1]Peran guru
dalam masyarakat di sini mencakup keluarga dan gereja ataupun lembaga lainya.
Namun perlu di ketahui bahwa proses pendidikan bukan hanya di disuatu lembaga
tertentu saja, tapi di manapun manusia berada pasti manusia mendapatkan
pendidikan baik dari luar maupun dalam.
[2]http://zonainfosemua.blogspot.nl/2014/03/pengertian-guru-menurut-pakar-pendidikan.html
(diakses pada hari Jumat/12-09-2014 pukul 21.25 WIB.
[3] Ibid, http://zonainfosemua.blogspot.nl/2014/03/pengertian-guru-menurut-pakar-pendidikan.html
[4]Paulus
Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, Penuntun Bagi Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayanan
Gereja, Guru Agama dan Keluarga Kristen, (Yogyakarta: Andi, 2008), 2
[5]Ibid, Paulus
Lilik Kristianto, halaman 2.
[6]Ibid,
halaman 4.
[7]E. G.
Homrighausen dkk, Pendidikan Agama
Kristen (Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1996)24
[8]
Stephen Tong, Arsitek Jiwa II,
(Surabaya: Momentum, 2010) 28.
[9]https://docs.google.com/document/d/1Cj_6C5R1ormUdz0FOS6s7h8uo8fQCIMIb80hRMmffIE/edit?hl=en_US (diakses pada tanggal 15-09-14, pukul 21.05).
[10]http://id.wikipedia.org/wiki/Altruisme
(diakses pada hari Senin 29-09-2014, pukul 21.02).
[11]Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat 13 Tokoh Etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19
, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)203.
[12]Ibid,
wikipedia, Senin 29-09-2014 pukul 21.09.
[13]Sumadi
Suryabrata, Pikologi Pendidikan,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012)13. Mengenai sifat-sifat umum aktifitas
manusia. Bahwa dari setiap indiktor altruis merupakan bagian dari psikologi
manusia.
[14]Anak
usia 2-5 tahun ada dalam usia 0-6 tahun. Penulis mengambil anak usia 2-6 tahun
karena, pengamatan sementara penulis anak mulai usia 2 tahunlah yang cukup
efektif untuk menerima pengembangan tentang altruis.
[15]http://www.pendidikankarakter.com/membangun-karakter-sejak-pendidikan-anak-usia-dini/(diakses
pada hari kamis 02-10-2014 pukul 20.49).
[16]Ibid, http://www.pendidikankarakter.com/. (diakses
pada hari kamis 02-10-2014 pukul 20.56).
[17]Menyesuaikan
iman Kristen bahwa yang dimaksud manusia yang sesungguhnya adalah manusia yang
hidup dalam karakter berprikemanusiaan,
memiliki kasih terhadap Tuhan dan sesama.
[18]Ibid,
Stephen Tong, 54-57. Mengenai proses pendidikan yang penulis kaitkan bahwa
menumbuhkan sikap altruis merupakan pendidikan dan melalui pendidikan
[19]Karakter.
Altruis merupakan bagian dari karakter. Dan setiap manusia memiliki potensi
untuk bersikap altruis yang bergantung dari karakter yang dapat diubahkan.
[20]Manusia.
Sorang guru harus memberi pengetahuan bahwa anak-anak adalah kategori dari
manusia dan Yesus tidak memandang manusia dewasa dan manusia kecil.
[21] Wardati,
dkk, Implementasi Bimbingan dan Konseling
di Sekolah, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2011)11.
[22]Ibid,
49.
[23]Stephen
Tong, Arsitek Jiwa I, (Surabaya:
Momentum, 2009)53
[24]Ibid,
Arsitek Jiwa II, 58.